Entah kenapa tiba tiba aku teringat file file lama ku dan benar saja ada nama mu pernah terpampang dalam karya tulisan kita dulu yang tercetak solid dan melayang layang sampai sekarang!!!


"surat cinta untuk Amel dari orang yang tak percaya tuhan"
Amel yang mempesona. Apa kabar? Selalulah mempesona! Aku suka kamu, karena ternyata kamu suka dikorespondensi. Kebetulan aku lebih bisa mengungkapkan perasaan lewat tulisan. Ada banya hal yang ingin aku ceritakan, tentu tentang diri aku. Aku perlu menghilangkan, melenyapkan kegamangan.
GAMANG
Ketika lembar hari luluh
Kabut jatuh berguling
Tetapi mengapa di bukit-bukit jauh?
Ketika gerimis turun
Alam mengalun, merayap
Tetapi mengapa mentariku lenyap?
Ketika lembar hari mengadu
Dan jiwa luluh, kulihat kau berjaga
Demikian dekatku dalam bicara
Demikian dekatku
Pada tepian semesta raya
Demikian dekatku
Pada puncak absurditas
tetapi mengapa kata-kataku menerbitkan lembayung di langit?
Tetapi mengapa aku memburu keterasingan & di buru kegamangan?
Puisi itu menggambarkan perasaan aku sekarang, tentu setelah mengenal kamu. Aku berada di dalam kegamangan selalu, jika mulai mengenal dekat sesorang yang aku suka. Sebabnya sudah jelas, keyakinan pemikiran makro-cosmos aku.
Aku seolah memburu kamu, padahal kamu adalah keterasingan. Aku yakin tak akan bisa mengerti kamu, tetapi bukan karena kamu salah-tidak tetapi karena aku egois. Tak bisa lepas dari dunia aku sendiri, masuk dalam dunia orang lain. Semakin aku dekat kamu. Semakin aku terasing dalam pemikiran aku.
Aku suka kamu!
Sementara itu, aku suka kamu ada di dekat aku. Maka kegamanganlah yang mencekal. Ini terjadi sejak beribu-ribu tahun yang lalu, Amel. Aku selalu dengan duniaku, meski kamu atau teman-teman cewek lain (dulu) milik rongga dadaku, keniscayaan kehidupan menjadi rival beratmu, bukan manusia.
Aku adalah anak kehidupan yang nakal Amel. Yang ketika bermain lupa pada induknya. Yang kemudian pula berteriak menyapa langit. Amel tulisan ini memang tulisan orang yang kesepian. Lihatlah, rasakan, bagaimana dia meronta-ronta.
Bagai awan aku terbang kesana kemari terbawa angin. Padahal hanya satu yang ingin aku dapatkan dari teman-teman cewek, melihat aku sebagai manusia, laki-laki bukan setan atau monster.
Itulah sebabnya Amel, hari pertama aku mengenal kamu, aku langsung memberitahu kamu bahwa aku atheis. Aku tidak ingin seperti yang lain, kamu melakukan hal yang sama, mundur setelah tahu ke-atheis-an aku. Aku mau hari itu juga kamu mengindar dari aku daripada suatu hari nanti, kalau aku meletakan harapan di tempat yang amat layak-kamu melihat aku sebagai racun. Namun di luar dugaan aku, kamu katakan; kedengarannya menarik. Lalu aku jawab, terasa lebih menghindar daripada memuji.
Karena tangisan-tangisan kecil belum reda. Menangis bukan karena rasa absurditas hidup menjadi atheis tapi karena kesendirian. Kesendirian menanggung absurditas hidup. Adel, memang amat mengherankan pengaruh kamu. Memang telah lama aku memutuskan untuk tidak radikal lagi dalam tindakan yang berlandaskan ke-atheis-an aku. Namun di masjid itu, aku sama sekali ”ogah” bertengkar meski aku tahu banyak tentang ”Ketauhidan”, misalnya. Minat aku terhadap agama-agama kan sudah sejak dulu.
Galau sekali rasanya, karena tiba-tiba harus kompromis dengan penghotbah Masyumi itu!
”Biarkan aku berkata:
Aku suka kamu
Dan biarkan aku mendengar kamu berkata
Aku tahu itu
Lalu biarkan aku berharap
Bukan hanya kata itu”
Sungguh amat menyenangkan, tiba-tiba kamu duduk diantara aku dan penghotbah itu. Ingin rasanya AKU katakan pada kamu” Amel kalau bukan karena sedang ada rasa sayang aku pada kamu tentu sudah aku sikat habis ini orang. Tapi hebat orang itu, tak bisa aku pungkiri dia dapat melihat api pemberontakkan hanya dari mata aku. Padahal itu hanya beberapa kali saja ketika dia membacakan doa.
Pertama kali dalam hidup aku, begitulah aku berkata dalam hati setelah kita pulang. Ada orang yang memancing dalam kolam pemikiran aku, namun aku sama sekali tak mengamuk. Ya, mudah-mudahan ini pertanda baik, seperti yang kamu katakan: baik bukan bukan berarti aku mengubah pikiran aku tetapi aku mulai mendapat kepastian bahwa ada cara menghilangkan pengaruh buruk dari ke-atheis-an aku.
Pengaruh buruk, ya memang ada menyelimuti hidup aku yaitu keresahan. Sering aku berkata: Hormat aku kepada filsuf-filsuf yang bunuh diri. Mereka adalah orang-orang yang jujur pada dirinya sendiri, itu saja alasannya.
Cuma aku tak akan mengikuti jejaknya. Telah aku putuskan hidup ini indah, maka aku ingin tetap hidup. Apalagi setelah ada kamu Amel. Hidup tidak hanya indah tapi juga mengalun.
Amel ini masih ada satu puisi lagi untuk kamu. Sebenarnya banyak puisi yang aku dapat buat setelah ketemu kamu. Aku gak tahu bagus tidaknya puisi-puisi ini tapi yang pasti keluar dari tempat yang terdalam di benak. Puisi terakhir (di surat ini) adalah saduran dari Shakespeare, Cuma udah dimodifikasi.
Percayakan Amel
Kamu boleh tidak percaya
Bahwa matahari pernah bersinar dan akan selalu bersinar
Kamu boleh tidak percaya
Bahwa bintang pernah berkelip dan akan selalu berkelip
Kamu boleh tidak percaya
Bahwa bumi pernah berputar dan akan selalu berputar
Bahkan kamu boleh tidak percaya
Pada apa yang aku katakan
Namun jangan kamu tidak percaya
Bahwa kamu mempesonaku
--minke ulyanoffky--

Komentar

Postingan Populer